DKM AL-IKHLAS PAMOYANAN

Blog Dewan Kemakmuran Mesjid Al Ikhlas Pamoyanan Ds. Cikitu Kec. Pacet Kab.Bandung 40385

>

Jumat, 22 Mei 2020

Tausiah Idul Fitri 2020: Meneguhkan Nilai Fitrah Saat Pandemi Covid-19

Jamaah Muslimin Muslimat Rahimakumullah...




Allahu akbar 3 X Walillahi al hamdu

Sidang jamaah Idul Fitri yang berbahagia.
Dalam suasana pandemi Covid-19 menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia, maka pada hari kemenangan umat Islam ini kita merayakan Idul Fitri, yakni hari yang penuh kegembiraan dan barokah.
Sebab kaum muslimin telah menang dan lulus melewati ujian “jihad akbar”, perang melawan hawa nafsu di bulan “Balai Latihan” Ramadhan dan pada saat yang bersamaan melalui hari-hari dengan sabar menangkal pandemi.

Kita, kaum muslimin disunnatkan (dianjurkan) di manapun berada untuk mengagungkan nama Allah, memperbanyak takbir, tahmid, tahlil dan tasbih, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

Wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullāha 'alā mā hadākum wa la'allakum tasykurụn

Artinya: “Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah/2: 185)

Allah akbar 3X Walillahi al hamdu

Jamaah shalat Idul Fitri yang berbahagia,
Guna mengimplementasikan keberhasilan ibadah puasa maka pada hari ini kita kembali kepada fitrih.

Fitrah adalah asal kejadian, keadaan suci. Fitrah adalah sesuatu yang universal.
Karena seperti yg dikatakan oleh Rasulullah saw. bahwa umat manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, (kullu mauludin yuladu ‘ala al fitrah).
Ini artinya, fitrah adalah sesuatu yang inheren dengan jati diri manusia.

Jati diri manusia adalah keberadaan umat manusia sebagai hamba Allah, ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sekaligus sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Al Quran menghadirkan kisah penciptaan manusia yang terdiri dari dua unsur yang tarik menarik; yaitu diciptakan dari tanah liat sebagai simbol kerendahan, stagnasi dan pasifitas mutlak.
Kemudian ditiupkan ruh Allah SWT sebagai simbol dari gerakan tanpa henti yang mengajak manusia ke puncak spiritual tertinggi dan tiada batas.
Setelah manusia diciptakan, Allah SWT mengajarkan nama-nama.
Kenyataan ini menunjukkan, manusia diberi bekal tentang “kebaikan bawaan” yang terpancar lewat hati nurani.
Hati nurani adalah tanda-tanda dari dimensi ketuhanan yang bisa mengantarkan manusia untuk berproses (becaming) menuju Tuhan.

Kebaikan ini dikenal dengan sebutan fitrah. Idul Fitri artinya kembali keasal kejadian yang suci. Bagaikan terlahir kembali karena sudah bebas dari jeratan belenggu.
Dalam pandangan Al-Qurthubi menafsirkan kata fitrah bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa dan rohani.
Untuk itu, manusia harus meneladani Nabi Muhammad saw. yang tercermin dalam al-Qur’an.
Manusia harus senantiasa melakukan proses evolusi (becoming, menjadi, dalam filsafat Islam: insan) menuju Tuhan.

Hanya dengan menjadi insan, manusia bisa memaksimalkan perannya sebagai hamba Allah Yang Maha Pengasih (‘ibadurrahman)

Allah akbar 3X Walillahi al hamdu

Jamaah shalat Idul Fitri yang berbahagia
Bangsa kita dan seluruh dunia masih sedang mengalami ujian kemanusiaan.
Pandemi Covid-19 kita lalui di bulan Ramadhan sampai lebaran ini.
Total korban di seluruh dunia sudah jutaan orang dan di Indonesia sudah puluhan ribu mayat.
Banyak pekerja yang kehilangan pekerjaaan karena harus menghentikan produksi.

Bahkan para pekerja informal yang jumlahnya sekitar 55,72 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia banyak yang tak bisa lagi bekerja karena sarana umum banyak yang terhenti.
Inilaha saatnya kita mengaktifkan fitrah dalam diri kita untuk peduli kepada sesama.
Dalam konteks saling peduli maka sebagai umat Islam perlu merevitalisasi kandungan hadits Rasulullah saw.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. ...” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

Kandungan ajakan memuliakan tetangga diimplementasikan menjadi sebuah gerakan nyata, yaitu “Peduli Tetangga”.
Bahwa di antara kita meningkatkan hubungan ketetanggaan yang solid dan kokoh.
Bangunan solidaritas dan kohesivitas menjadi nyata dalam gerakan saling melindungi agar tidak tertular pandemi.

Karenanya kita harus menjaga jarak fisik dan mengikuti protokol kesehatan.
Pada saat yang bersamaan kita saling menjaga dan saling memenuhi kebutuhan keseharahian pada kondisi ekonomi penuh keterbatasan.
Jangan sampai diri kita tidak tahu jika ada tetangga yang kelaparang karena kemiskinan saat pelaksanaan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).
Mari satukan langkah untuk membangun kohesivitas.
Spirit berbagi dalam kehidupan sosial dan bertetangga telah dilatih oleh puasa.
Saat berpuasa kita dimotivasi untuk berbagi buka puasa yang pahalanya seperti orang yang sedang melaksanakan ibadah puasa.

Demikian juga pada akhir puasa di awal hari lebaran kita mengeluarkan zakat fitrah sebelum pekasanaan shalat Idul Fitri sebagai penyuci jiwa dari tindakan tak baik atau ucapan buruk dengan cara memberi makan kepada orang miskin.

Spirit ibadah berbagi dengan yang lain adalah unsur penting bahwa ibadah yang baik jika selain karena mengabdi kepada Allah SWT juga memberi kebaikan dan kemaslahatan kepada hamba-Nya.
Di sinilah kita diuji untuk mengimplementasi ibadah puasa kita yang bersifat individu kepada kontek sosial.

Ramadhan telah melatih mental kita dan membiasakan diri kita untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amaliah yang bersifat mahdhah; seperti shalat tarawih, tadarrus al Quran, zikir, i’tikaf dan amal ibadah lainnya.
Dan, pada saat yang bersamaan Ramadhan telah melatih dan membiasakan diri kita untuk dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia melalui berbagai amaliah yang bersifat sosial.

Allahu akbar 3X Walillahi al hamdu

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Marilah kita tunjukkan indikator keberhasilan dalam meraih ketakwaan, kita tunjukkan kesejatian diri yang “fitri” yang senantiasa menebarkan cinta kasih, persaudaraan, kebersamaan, kemampuan menahan amarah, dan mampu memaafkan orang lain.
Fitrah yang sesungguhnya adalah ketika taqwanya bertambah, berarti peran serta kemanusiaan lebih baik, amal salehnya meningkat dan semakin menjauhkan diri dari perilaku-perilaku maksiat.
Jadi kembali ke fitrah berarti kembali mendengarkan suara hati nurani yang paling dalam yang sudah kita jernihkan dengan berpuasa.

Bersikap fitrah adalah berorientasi pada pemenangan “ruh ilahi” atas tanah “Lumpur."
Semoga Allah SWT menuntun dan membimbing kita untuk selalu menjaga jiwa kita agar tetap bertaqwa dan berjalan pada fitrahnya. Amin.


loading...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar