Tausiah Idul Fitri 2020: Meneguhkan Nilai Fitrah Saat Pandemi Covid-19
Jamaah Muslimin Muslimat Rahimakumullah...
Allahu akbar 3 X Walillahi al hamdu
Sidang jamaah Idul Fitri yang berbahagia.
Dalam
suasana pandemi Covid-19 menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia, maka
pada hari kemenangan umat Islam ini kita merayakan Idul Fitri, yakni hari yang
penuh kegembiraan dan barokah.
Sebab
kaum muslimin telah menang dan lulus melewati ujian “jihad akbar”, perang melawan
hawa nafsu di bulan “Balai Latihan” Ramadhan dan pada saat yang bersamaan
melalui hari-hari dengan sabar menangkal pandemi.
Kita, kaum muslimin disunnatkan (dianjurkan) di manapun berada untuk mengagungkan nama Allah, memperbanyak takbir, tahmid, tahlil dan tasbih, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Wa litukmilul-'iddata wa litukabbirullāha 'alā mā hadākum wa
la'allakum tasykurụn
Artinya:
“Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur."
(QS. Al Baqarah/2: 185)
Allah
akbar 3X Walillahi al hamdu
Jamaah shalat Idul Fitri yang berbahagia,
Guna
mengimplementasikan keberhasilan ibadah puasa maka pada hari ini kita kembali
kepada fitrih.
Fitrah adalah asal kejadian, keadaan suci. Fitrah adalah sesuatu yang universal.
Karena
seperti yg dikatakan oleh Rasulullah saw. bahwa umat manusia dilahirkan dalam
keadaan fitrah, (kullu mauludin yuladu ‘ala al fitrah).
Ini
artinya, fitrah adalah sesuatu yang inheren dengan jati diri manusia.
Jati diri manusia adalah keberadaan umat manusia sebagai hamba Allah, ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sekaligus sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Al Quran
menghadirkan kisah penciptaan manusia yang terdiri dari dua unsur yang tarik
menarik; yaitu diciptakan dari tanah liat sebagai simbol kerendahan, stagnasi
dan pasifitas mutlak.
Kemudian
ditiupkan ruh Allah SWT sebagai simbol dari gerakan tanpa henti yang mengajak
manusia ke puncak spiritual tertinggi dan tiada batas.
Setelah
manusia diciptakan, Allah SWT mengajarkan nama-nama.
Kenyataan
ini menunjukkan, manusia diberi bekal tentang “kebaikan bawaan” yang terpancar
lewat hati nurani.
Hati
nurani adalah tanda-tanda dari dimensi ketuhanan yang bisa mengantarkan manusia
untuk berproses (becaming) menuju Tuhan.
Kebaikan ini dikenal dengan sebutan fitrah. Idul Fitri artinya kembali keasal kejadian yang suci. Bagaikan terlahir kembali karena sudah bebas dari jeratan belenggu.
Dalam pandangan
Al-Qurthubi menafsirkan kata fitrah bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa dan
rohani.
Untuk
itu, manusia harus meneladani Nabi Muhammad saw. yang tercermin dalam
al-Qur’an.
Manusia
harus senantiasa melakukan proses evolusi (becoming, menjadi, dalam filsafat
Islam: insan) menuju Tuhan.
Hanya dengan menjadi insan, manusia bisa memaksimalkan perannya sebagai hamba Allah Yang Maha Pengasih (‘ibadurrahman)
Allah
akbar 3X Walillahi al hamdu
Jamaah
shalat Idul Fitri yang berbahagia
Bangsa
kita dan seluruh dunia masih sedang mengalami ujian kemanusiaan.
Pandemi
Covid-19 kita lalui di bulan Ramadhan sampai lebaran ini.
Total
korban di seluruh dunia sudah jutaan orang dan di Indonesia sudah puluhan ribu
mayat.
Banyak
pekerja yang kehilangan pekerjaaan karena harus menghentikan produksi.
Bahkan para pekerja informal yang jumlahnya sekitar 55,72 persen dari seluruh angkatan kerja Indonesia banyak yang tak bisa lagi bekerja karena sarana umum banyak yang terhenti.
Inilaha
saatnya kita mengaktifkan fitrah dalam diri kita untuk peduli kepada sesama.
Dalam
konteks saling peduli maka sebagai umat Islam perlu merevitalisasi kandungan
hadits Rasulullah saw.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. ...” (HR.
Imam Bukhari dan Muslim)
Kandungan
ajakan memuliakan tetangga diimplementasikan menjadi sebuah gerakan nyata,
yaitu “Peduli Tetangga”.
Bahwa di
antara kita meningkatkan hubungan ketetanggaan yang solid dan kokoh.
Bangunan
solidaritas dan kohesivitas menjadi nyata dalam gerakan saling melindungi agar
tidak tertular pandemi.
Karenanya
kita harus menjaga jarak fisik dan mengikuti protokol kesehatan.
Pada saat
yang bersamaan kita saling menjaga dan saling memenuhi kebutuhan keseharahian
pada kondisi ekonomi penuh keterbatasan.
Jangan
sampai diri kita tidak tahu jika ada tetangga yang kelaparang karena kemiskinan
saat pelaksanaan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).
Mari
satukan langkah untuk membangun kohesivitas.
Spirit
berbagi dalam kehidupan sosial dan bertetangga telah dilatih oleh puasa.
Saat
berpuasa kita dimotivasi untuk berbagi buka puasa yang pahalanya seperti orang
yang sedang melaksanakan ibadah puasa.
Demikian
juga pada akhir puasa di awal hari lebaran kita mengeluarkan zakat fitrah
sebelum pekasanaan shalat Idul Fitri sebagai penyuci jiwa dari tindakan tak
baik atau ucapan buruk dengan cara memberi makan kepada orang miskin.
Spirit ibadah berbagi dengan yang lain adalah unsur penting bahwa ibadah yang baik jika selain karena mengabdi kepada Allah SWT juga memberi kebaikan dan kemaslahatan kepada hamba-Nya.
Di
sinilah kita diuji untuk mengimplementasi ibadah puasa kita yang bersifat
individu kepada kontek sosial.
Ramadhan
telah melatih mental kita dan membiasakan diri kita untuk senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amaliah yang bersifat
mahdhah; seperti shalat tarawih, tadarrus al Quran, zikir, i’tikaf dan amal
ibadah lainnya.
Dan, pada
saat yang bersamaan Ramadhan telah melatih dan membiasakan diri kita untuk
dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia melalui berbagai amaliah yang
bersifat sosial.
Allahu akbar 3X Walillahi al hamdu
Kaum
muslimin wal muslimat rahimakumullah.
Marilah
kita tunjukkan indikator keberhasilan dalam meraih ketakwaan, kita tunjukkan
kesejatian diri yang “fitri” yang senantiasa menebarkan cinta kasih,
persaudaraan, kebersamaan, kemampuan menahan amarah, dan mampu memaafkan orang
lain.
Fitrah
yang sesungguhnya adalah ketika taqwanya bertambah, berarti peran serta
kemanusiaan lebih baik, amal salehnya meningkat dan semakin menjauhkan diri
dari perilaku-perilaku maksiat.
Jadi
kembali ke fitrah berarti kembali mendengarkan suara hati nurani yang paling
dalam yang sudah kita jernihkan dengan berpuasa.
Bersikap fitrah adalah berorientasi pada pemenangan “ruh ilahi” atas tanah “Lumpur."
Semoga
Allah SWT menuntun dan membimbing kita untuk selalu menjaga jiwa kita agar
tetap bertaqwa dan berjalan pada fitrahnya. Amin.
loading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar